
Mengagumi Keindahan Alam Gunung Tangkuban Perahu
Jika disuruh menggambar gunung, kita mungkin akan membuatnya dalam bentuk mirip segitiga dengan puncak yang lancip. Memang begitulah bentuk gunung yang banyak diketahui. Berbentuk seperti kerucut raksasa dengan satu puncak tertinggi. Namun, tak semua gunung memiliki bentuk demikian. Ada yang berundak-undak, ada pula yang bagian atasnya tampak rata tanpa adanya satu titik puncak. Salah satu gunung dengan bentuk unik dapat kamu ditemukan di dekat kota Bandung, Jawa Barat. Gunung yang dimaksud adalah Tangkuban Perahu.
Gunung Tangkuban Perahu
Tangkuban Perahu adalah nama sebuah gunung di kawasan Lembang, sebelah utara kota Bandung, Jawa Barat. Bentuknya yang tak biasa membuat Tangkuban Perahu populer sebagai destinasi wisata. Berbeda dengan gunung-gunung lainnya di Indonesia, Tangkuban Perahu terlihat unik dengan bagian atas yang rata dan kaki-kaki yang melebar. Dari jauh, Gunung Tangkuban Perahu tampak seperti perahu terbalik. Ya, nama Tangkuban Perahu memang berasal dari bahasa Sunda yang bermakna “Perahu Terbalik”.
Tertarik berkunjung ke Gunung Tangkuban Perahu? Tengok dulu yuk hotel-hotel berikut.

Tangkuban Perahu
Daya Tarik Gunung Tangkuban Perahu
Di hari yang cerah, pemandangan Gunung Tangkuban Perahu dapat terlihat dengan jelas dari kota Bandung. Menyaksikan pemandangan Tangkuban Perahu dari jauh memang mengasyikkan, tapi akan lebih asyik lagi jika kita mengunjungi dan mendakinya secara langsung. Di sana, kita bisa berjalan kaki hingga ke bagian bibir gunung dan menyaksikan pemandangan kawah yang menakjubkan. Berselimut udara pegunungan yang dingin, bau belerang yang menyengat sesekali akan tercium karena terbawa angin.
Di hari yang cerah, pemandangan Gunung Tangkuban Perahu dapat terlihat dengan jelas dari kota Bandung. Menyaksikan pemandangan Tangkuban Perahu dari jauh memang mengasyikkan, tapi akan lebih asyik lagi jika kita mengunjungi dan mendakinya secara langsung. Di sana, kita bisa berjalan kaki hingga ke bagian bibir gunung dan menyaksikan pemandangan kawah yang menakjubkan. Berselimut udara pegunungan yang dingin, bau belerang yang menyengat sesekali akan tercium karena terbawa angin.
Gunung Tangkuban Perahu menjadi satu dari sedikit gunung yang bisa didaki hingga ke pinggiran kawah. Meski tingginya mencapai sekitar 2.048 meter, gunung ini memungkinkan untuk didaki oleh orang awam. Mengapa? Karena medannya tak terlalu sulit dan kondisi jalannya yang cukup baik. Yang perlu dilakukan wisatawan hanyalah berjalan terus ke arah atas sambil sesekali berfoto atau menikmati pemandangan. Di tengah udara yang sejuk dan pemandangan yang indah, perjalanan mendaki Gunung Tangkuban Perahu tak akan terasa terlalu melelahkan.
Di bagian atas Gunung Tangkuban Perahu, wisatawan bisa menyaksikan indahnya Kawah Ratu – kawah utama di Tangkuban Perahu. Pada saat-saat aman, wisatawan juga bisa turun hingga ke dekat kawah dengan didampingi oleh pemandu lokal. Menuruni kawah sendiri tanpa didampingi orang yang ahli bisa berbahaya bagi keselamatan. Jika kondisi tak memungkinkan, wisatawan bisa menikmati keindahan kawah dari bagian atas sambil menikmati hidangan yang tersedia di kios-kios di sekitar kawasan wisata.
Pemandu wisata, pedagang makanan, souvenir dan belerang memang banyak terdapat di sekitar kawasan Gunung Tangkuban Perahu. Belerang yang dijual berasal dari kawah gunung itu sendiri dan dipercaya memiliki khasiat baik bagi kulit, misalnya mampu menghilangkan gatal-gatal, jerawat, dan penyakit kulit. Sayangnya, para pemandu dan pedagang tersebut kerap mengikuti pembeli untuk memaksa mereka membeli barang atau menggunakan jasa yang ditawarkan. Hal tersebut cukup mengganggu kenyamanan pengunjung yang tengah bersantai sambil menikmati keindahan alam Gunung Tangkuban Perahu.

Kawah Ratu
Kegiatan Wisata di Tangkuban Perahu
Hiking menjadi kegiatan wisata utama yang bisa dilakukan di Gunung Tangkuban Perahu. Berjalan ke puncak gunung setinggi lebih dari 2.000 meter akan menjadi olahraga yang menyehatkan. Juga jangan lupa untuk membawa kamera. Pasalnya, pemandangan indah yang terlihat sepanjang perjalanan ke puncak Gunung Tangkuban Perahu terlalu sayang jika tidak diabadikan.
Hiking menjadi kegiatan wisata utama yang bisa dilakukan di Gunung Tangkuban Perahu. Berjalan ke puncak gunung setinggi lebih dari 2.000 meter akan menjadi olahraga yang menyehatkan. Juga jangan lupa untuk membawa kamera. Pasalnya, pemandangan indah yang terlihat sepanjang perjalanan ke puncak Gunung Tangkuban Perahu terlalu sayang jika tidak diabadikan.
Bagi yang tak kuat berjalan jauh, tersedia angkutan sejenis minibus yang siap membawa wisatawan dari kaki gunung ke bagian atas atau sebaliknya. Tarifnya cukup terjangkau yaitu sekitar Rp5.000 per orang. Perjalanan dari bawah ke atas Gunung Tangkuban Perahu memakan waktu yang singkat sekitar 10-15 menit saja.
Tiba di bagian atas Gunung Tangkuban Perahu, wisatawan bisa bersantai sejenak sambil menikmati sejuknya udara pegunungan. Beberapa pedagang makanan menjual telur ayam yang bisa direbus di sumber air panas di bagian atas gunung. Jika malas merebus sendiri, beli saja telur-telur rebus yang sudah matang. Tentunya, telur rebus yang dimatangkan di sumber air panas akan terasa berbeda dengan telur matang hasil rebusan sendiri.

Pemandangan di Gunung Tangkuban Perahu
Jam Kunjungan Tangkuban Perahu
Setiap hari pukul 08.00 – 18.00 WIB
Setiap hari pukul 08.00 – 18.00 WIB
Tiket Masuk Tangkuban Perahu
- Wisatawan (lokal): Rp13.000 per orang
- Wisatawan (asing): Rp50.000 per orang
- Parkir kendaraan roda dua (lokal): Rp5.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda dua (asing): Rp7.500 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda empat (lokal): Rp10.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda empat (asing): Rp15.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda enam (lokal): Rp20.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda enam (asing): Rp25.000 per kendaraan
- Wisatawan (lokal): Rp13.000 per orang
- Wisatawan (asing): Rp50.000 per orang
- Parkir kendaraan roda dua (lokal): Rp5.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda dua (asing): Rp7.500 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda empat (lokal): Rp10.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda empat (asing): Rp15.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda enam (lokal): Rp20.000 per kendaraan
- Parkir kendaraan roda enam (asing): Rp25.000 per kendaraan
Legenda Tangkuban Perahu
Di balik penampakan Gunung Tangkuban Perahu yang unik, tersimpan sebuah legenda menarik. Legenda tersebut menceritakan asal usul terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu di tanah Sunda. Begini ceritanya.
Di balik penampakan Gunung Tangkuban Perahu yang unik, tersimpan sebuah legenda menarik. Legenda tersebut menceritakan asal usul terbentuknya Gunung Tangkuban Perahu di tanah Sunda. Begini ceritanya.
Konon, pada zaman dahulu kala, ada dua dewa dewi yang diturunkan ke bumi karena melakukan kesalahan. Sang dewa diturunkan dalam bentuk anjing yang bernama Tumang, sementara sang dewi berubah bentuk menjadi babi hutan bernama Celeng Wayungyang. Suatu hari, seorang raja yang sedang berburu buang air kecil di sebuah tempurung kelapa. Celeng Wayungyang yang sedang kehausan meminum air tersebut sehingga ia mengandung anak sang raja.
Sebagai titisan dewi, Celeng Wayungyang melahirkan putri yang cantik jelita. Tangisan si bayi terdengar oleh sang raja yang kemudian mengambil dan merawat anak tersebut di istana tanpa menyadari bahwa anak tersebut merupakan darah dagingnya sendiri. Sang putri tumbuh menjadi gadis cantik diberi nama Dayang Sumbi.
Dayang Sumbi gemar menenun kain-kain indah di gubukan dekat taman istana. Suatu ketika, alat tenunnya terjatuh. Karena terlalu malas mengambil, Dayang Sumbi sembarangan berujar, “Barangsiapa yang mengambilkan alat tenunku, akan kuberi hadiah. Jika perempuan akan kujadikan saudara, jika laki-laki akan kujadikan suami.” Tiba-tiba, muncul seekor anjing yang tak lain adalah Si Tumang. Ia mengambilkan alat tenun Dayang Sumbi.
Untuk menepati janjinya, Dayang Sumbi menikahi Si Tumang. Malu karena putrinya menikah dengan anjing, sang raja pun mengusir Dayang Sumbi dan tak lagi mengakuinya sebagai anak. Dayang Sumbi-pun tinggal di hutan bersama Si Tumang. Si Tumang yang merupakan titisan dewa mampu berubah menjadi pria gagah perkasa di malam bulan purnama. Pada saat itu, Dayang Sumbi bermimpi bercumbu dengan pria tampan. Lama-kelamaan, Dayang Sumbi hamil dan melahirkan bayi yang diberi nama Sangkuriang.
Sangkuriang tumbuh menjadi anak pandai yang gemar berburu. Hingga suatu ketika, ibundanya meminta Sangkuriang untuk mencarikan hati menjangan. Sangkuriangpun berburu ditemani oleh Si Tumang. Seharian berburu, Sangkuriang belum juga berhasil mendapatkan menjangan. Tiba-tiba, seekor babi hutan melintas dan Sangkuriang segera meminta Si Tumang untuk mengejar babi hutan tersebut. Namun, Si Tumang yang mengetahui bahwa babi hutan tersebut tak lain adalah Celeng Wayungyang, ibunda dari Dayang Sumbi sendiri, menolak untuk mengejarnya. Sangkuriang pun marah dan akhirnya ia membunuh Si Tumang dengan busur dan panahnya.

Ilustrasi Legenda Sangkuriang
Sangkuriang kemudian memberikan hati Tumang kepada sang ibu sambil mengatakan bahwa itu adalah hati menjangan. Tanpa sadar bahwa itu adalah hati suaminya sendiri, Dayang Sumbi pun memakannya. Namun, Dayang Sumbi marah besar saat Sangkuriang mengakui perbuatannya. Ia melempar centong nasi ke kepala Sangkuriang hingga berdarah, lalu mengusirnya keluar dari rumah.
Keduanya berpisah dalam waktu lama, namun Dayang Sumbi yang merupakan anak dari titisan dewi sama sekali tak berubah menjadi tua. Ketika bertemu kembali, baik Dayang Sumbi maupun Sangkuriang sama sekali tak menyadari identitasnya masing-masing. Mereka kemudian memadu kasih dan bermaksud untuk segera menikah. Tanpa sengaja, Dayang Sumbi melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. Ia pun menyadari bahwa kekasihnya tak lain dan tak bukan adalah anaknya sendiri.
Berusaha menolak pinangan Sangkuriang, Dayang Sumbi meminta syarat yang tak masuk akal. Ia mengatakan pada Sangkuriang untuk membendung sungai Citarum dan membuat perahu besar untuk dinaiki keduanya dalam waktu semalam. Sangkuriang pun menyanggupinya. Namun, Dayang Sumbi yang khawatir kalau anaknya akan berhasil segera membuat siasat. Ia berdoa memohon pertolongan Sang Dewa dan segera menenun sebuah selendang sihir. Selendang tersebut dibentangkan di ufuk timur untuk menimbulkan kesan bahwa matahari sudah timbul.
Sangkuriang sadar bahwa hari sudah pagi dan ia gagal memenuhi tugasnya. Merasa kesal, ia menendang perahu yang hampir jadi hingga tertelungkup. Perahu itu kemudian berubah menjadi Gunung Tangkuban Perahu, sementara sisa-sisa kayu untuk pembuatan perahu berubah jadi Gunung Burangrang. Terakhir, sungai yang telah dibendung Sangkuriang kini dikenal sebagai Danau Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar